DPRD Surabaya Minta Bapenda Tinjau Ulang Tagihan Pajak Reklame SPBU

KILASNETWORK.COM – Komisi B DPRD Kota Surabaya mendesak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya untuk meninjau ulang penagihan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPD-KB) reklame yang ditujukan kepada para pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Desakan ini muncul setelah Komisi B melakukan konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Timur yang menemukan adanya selisih perhitungan yang signifikan.

Sebelumnya, Bapenda Kota Surabaya menagih SKPD-KB kepada pengusaha SPBU sebesar Rp26 miliar. Jumlah tersebut mengacu pada perhitungan yang ditarik mundur dari tahun 2019 hingga 2023. Namun, hasil audit BPK menunjukkan bahwa kekurangan pembayaran yang sah secara hukum hanya terjadi mulai tahun 2023 dengan nilai sekitar Rp1,6 miliar.

“BPK menyatakan tagihan pajak hanya sah sejak ditemukan kekurangan bayar, yaitu mulai 2023 ke depan,” ujar Moch Machmud, Wakil Ketua Komisi B, dalam siaran pers, Kamis (11/9/2025). “Versi Pemkot yang menghitung mundur ke 2019 itu tidak tepat dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.”

Menurut Machmud, SKPD-KB tidak bisa diberlakukan secara surut, terutama untuk objek pajak yang sebelumnya sudah dibayar lunas sesuai SKPD resmi. Ia juga menyoroti perbedaan interpretasi terkait penetapan listplang SPBU sebagai objek pajak reklame. Meskipun BPK menganggap keempat sisi listplang sebagai reklame, para pengusaha berpendapat bahwa itu hanya penanda lokasi, bukan media promosi.

BACA JUGA  Seleksi Sekda Surabaya Disiarkan Langsung di YouTube, Warga Bisa Mengawasi

Hiswana Migas Sambut Baik Hasil Konsultasi BPK
Pihak pengusaha SPBU, melalui Sekretaris Hiswana Migas DPC Surabaya, Sidha Pinasti, menyambut baik hasil konsultasi Komisi B dengan BPK. Ia menegaskan bahwa sejak awal para pengusaha merasa tidak memiliki tunggakan pajak karena pembayaran telah dilakukan secara rutin sesuai SKPD resmi.

“Kalau memang hasil BPK menyatakan yang bisa ditagih hanya sejak 2023 dan hanya Rp1,6 miliar, berarti kita tidak menunggak. Ini yang harus diluruskan,” kata Sidha.

Ia juga mengungkapkan bahwa pengusaha telah mengirimkan empat kali surat keberatan kepada Bapenda sejak awal 2024, namun respons yang diterima tidak konsisten. Sidha menegaskan, para pengusaha memiliki komitmen untuk membayar pajak asalkan perhitungannya jelas dan tidak berubah-ubah.

“Kita bukan tidak mau bayar, tapi perhitungan harus jelas. Kalau tiba-tiba tagihan melonjak jadi Rp26 miliar, tentu kita kaget,” tambahnya.

Atas dasar ini, Komisi B menilai penting bagi Bapenda untuk meninjau ulang penghitungan pajak, baik dari sisi prosedur hukum yang tidak bisa berlaku surut maupun dari penetapan objek pajak yang masih sarat interpretasi. Kepastian hukum dan komunikasi yang baik dengan wajib pajak dinilai krusial untuk menjaga kepercayaan dan komitmen para pengusaha dalam membayar pajak. (ZFQ)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News